Jumat, 29 Mei 2015

Kecerdasan Emosional dalam Kehidupan


         






          Istilah Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) mulai populer sejak diperkenalkan secara massal pada tahun 1995 oleh Daniel Goleman lewat bukunya berjudul Emotional Intelligence – Why It Can Matter More Than IQ. Sebenarnya istilah ini sudah muncul sebelumnya dan sebagai terminologi dipakai dalam tesis doktoral Wayne Payne di tahun 1985.


“Kecerdasan Emosi adalah kemampuan untuk mendeteksi dan mengelola emosi diri sendiri maupun orang lain.

          Yang saya pahami dalam konsep ini, kecerdasan emosi bertindak untuk mengenali emosi baik pada diri sendiri maupun pada diri orang lain agar mampu menyesuaikan dan berinteraksi dengan baik lalu mengendalikannya, mengelolanya dengan sebaik mungkin.

          Mengelola emosi pribadi, sebagai tindak lanjut menyadari, merupakan langkah yang sangat penting. Misalnya, setelah seseorang menyadari bahwa dirinya sedang frustasi,lalu ia diganggu temannya. Maka dia memilih respon untuk menjadikan frustasi tersebut sebagai kekuatan dan sebagai respon ia tidak menunjukkan rasa marah namun bisa jadi merasa bahagia dan tersenyum pada temannya. Karena memiki kecerdasan emosi inilah manusia mampu memilih respon. Bisa dikatakan semakin cerdas emosi, semakin baik dan pintar dalam memilih respon atas rangsang (stimulus) yang datang dari luar.

          “Selanjutnya juga disebutkan, Kunci sukses yang sebenarnya tidak lain adalah kemampuan untuk mampu memahami emosi diri dan emosi orang lain yang ada di sekitar kita, dan memanfaatkan interaksi emosi ini semaksimum mungkin untuk tujuan-tujuan positif yang hendak dicapai bersama. “

          Secara sosialis, seseorang juga butuh akan kepekaan terhadap emosi orang lain (sikap empati), tidak hanya pada dirinya sendiri. kenapa dikatakan seperti itu? Karena dengan begitu manusia mampu mendeteksi lalu merespon, mengelola emosi orang lain tersebut dengan baik. hal itu sangat berpengaruh dan memberi peran dalam keberhasilan seseorang juga dalam proses pencapaian tujuan-tujuan yang akan dicapai bersama.
“Maka bisa dikatakan bahwa Kunci Kesuksesan adalah terletak pada Kecerdasan Emosional.”




EQ Dalam Dunia Kerja

          Daniel Goleman menyebutkan disamping Kecerdasan Intelektual (IQ) ada kecerdasan lain yang membantu seseorang sukses yakni Kecerdasan Emosional (EQ). Bahkan secara khusus dikatakan bahwa kecerdasan emosional lebih berperan dalam kesuksesan dibandingkan kecerdasan intelektual. Klaim ini memang terkesan agak dibesarkan meskipun ada beberapa penelitian yang menunjukkan kebenaran ke arah sana. Sebuah studi bahkan menyebutkan IQ hanya berperan 4%-25% terhadap kesuksesan dalam pekerjaan. Sisanya ditentukan oleh EQ atau faktor-faktor lain di luar IQ tadi.


          Jika kita melihat dunia kerja, maka kita bisa menyaksikan bahwa seseorang tidak cukup hanya pintar di bidangnya. Dunia pekerjaan penuh dengan interaksi sosial di mana orang harus cakap dalam menangani diri sendiri maupun orang lain. Orang yang cerdas secara intelektual di bidangnya akan mampu bekerja dengan baik. Namun jika ingin melejit lebih jauh dia membutuhkan dukungan rekan kerja, bawahan maupun atasannya. Di sinilah kecerdasan emosional membantu seseorang untuk mencapai keberhasilan yang lebih jauh.


          Berdasarkan pengalaman saya sendiri dalam proses rekrutmen karyawan, seseorang dengan nilai IPK yang tinggi sekalipun dan datang dari Universitas favorit tidak selalu menjadi pilihan yang terbaik untuk direkrut. Ada kalanya orang yang pintar secara intelektual kurang memiliki kematangan secara sosial. Orang seperti ini bisa jadi sangat cerdas, memiliki kemampuan analisa yang kuat, serta kecepatan belajar yang tinggi. Namun jika harus bekerja sama dengan orang lain dia kesulitan. Atau jika dia harus memimpin maka akan cenderung memaksakan pendapatnya serta jika harus menjadi bawahan punya kecenderungan sulit diatur.


          Orang seperti ini mungkin akan melejit jika bekerja pada bidang yang menuntut keahlian tinggi tanpa banyak ketergantungan dengan orang lain. Namun kemungkinan besar dia akan sulit bertahan pada organisasi yang membutuhkan kerja sama, saling mendukung dan menjadi sebuah “super team”, bukan “super man”.


          Tentunya tidak semua orang yang cerdas secara intelektual seperti itu. Dan bukan berarti kecerdasan intelektual tidak penting. Dalam dunia kerja kecerdasan intelektual menjadi sebuah prasyarat awal yang menentukan level kemampuan minimal tertentu yang dibutuhkan. Sebagai contoh beberapa perusahaan mempersyaratkan IPK mahasiswa minimal 3.0 atau 2.75 sebagai syarat awal pendaftaran. Hal ini kurang lebih memberikan indikasi bahwa setidaknya kandidat tersebut telah belajar dengan baik di masa kuliahnya dulu.


          Setelah syarat minimal tersebut terpenuhi, selanjutnya kecerdasan emosional akan lebih berperan dan dilihat lebih jauh dalam proses seleksi. Apakah dia punya pengalaman yang cukup dalam berorganisasi? Apakah calon tersebut pernah memimpin atau dipimpin? Apa yang dia lakukan ketika menghadapi situasi sulit? Bagaimana dia mengelola motivasi dan semangat ketika dalam kondisi tertekan? Dan banyak hal lagi yang akan diuji.


          Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, kemampuan seseorang menangani beban kerja, stres, interaksi sosial, pengendalian diri, menjadi kunci penting dalam keberhasilan. Seseorang yang sukses dalam pekerjaan biasanya adalah orang yang mampu mengelola dirinya sendiri, memotivasi diri sendiri dan orang lain, dan secara sosial memiliki kemampuan dalam berinteraksi secara positif dan saling membangun satu sama lain. Dengan cara ini orang tersebut akan mampu berprestasi baik sebagai seorang individu maupun tim.


          Dengan demikian orang yang cerdas secara emosional adalah orang yang memahami kondisi dirinya, emosi-emosi yang terjadi, serta mengambil tindakan yang tepat. Orang tersebut juga secara sosial mampu mengenali dan berempati terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan menanggapinya secara proporsional.



EQ Dalam Dunia Pendidikan.

           Keseluruhan proses hidup dan kehidupan siswa akan selalu diwarnai oleh hubungan dengan orang lain, baik itu dengan lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat luas. Sebagai mahluk sosial, para siswa selalu membutuhkan pergaulan dalam hidupnya dengan orang lain, pengakuan dan penerimaan terhadap dirinya dari orang lain akan memberikan warna krhidupan yang sebenarnya. Berhasil ataupun gagalnya siswa dalam proses penyesuaian sosial di sekolah akan sangat berkaitan erat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu factor yang dapat berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian siswa adalah kecerdasan emosional. Siswa sebagai individu dalam lingkungan sekolah dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia berada untuk dapat hidup dengan nyaman dan harmonis dengan keadaan lingkungan disekitarnya.


          Emosi merupakan salah satu elemen dasar pada diri manusia dalam menciptakan perilaku pada manusia seperti yang dikemukakan oleh Paul Ekman, bahwa emosi memberikan pengaruh kepada proses berfikir (Goleman; 2000). Emosi dapat melumpuhkan proses berfikir rasional karena emosi dapat memberikan masukan kepada proses berfikir rasional yang berada di wilayah kecerdasan emosional. Individu dalam hal ini siswa agar dapat melaksanakan tugas. peranan dan tanggung jawabnya dengan baik dilingkungan temat ia berada seperti halnya dilingkungan sekolah, diktuntut untuk dapat bertingkah dan berpilaku menurut aturan, norma, hokum dan nilai-nilai yang berlaku sebagai cara untuk memperoleh penyesuaian bagi persolan-persoalan hidup serta terciftanya penyesuaian diri dan sosial yang sehat.


          Kecerdasan emosional memiliki peranan yang signifikan dalam mempengaruhi perilaku manusia termasuk pola perilaku siswa dalam penyesuaian sosial dilingkungan sekolah. Thorndike dalam Goleman (2000:56) mengungkapkan peranan kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial individu bahwasannya salah satu aspek dari kecerdaan emosional adalah kecerdasan sosial yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan dengan orang lain. Lebih lanjut Goleman (2000) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan banyak ditentukan oleh kualitas kecerdasannya.sebagaian dari kecerdasan yang dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan adalah kecerdasan yang berkaitan dengan aspek emosional.seseorang yang cerdas dalam mengelola emosinya akan meningkatkan kualitas kepribadiannya.



Pustaka :

Daniel Goleman, 2005.Emotional Intelligence – Why It Can Matter More Than IQ. Philadelphia : Bantam Trade Paperback.

Khairul Ummah, Dimitri Mahayana, Agus Nggermanto, "SEPIA” ((Spiritual, Emosional, Power, Intellectual, Aspirasi). Jakarta : Ahaa Pustaka.

JURNAL Administrasi Pendidikan Vol. IX No. 1 April 2009.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger templates