BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Semangat Kerja
1.
Pengertian Semangat Kerja
Semangat kerja
adalah usaha untuk
melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan diharapkan
lebih cepat dan lebih baik (Nitisemito, 1986). Berikutnya definisi menurut As'ad
(1991), menyatakan bahwa semangat kerja berkaitan dengan reaksi kelompok kerja,
hal ini ditandai dengan adanya kesiapan mental yang baik dari karyawan,
sehingga hubungan antara karyawan dengan karyawan lain ataupun dengan pemimpin
tidak dijumpai adanya konflik yang berarti.
Menurut Hasibuan (2001), semangat kerja
diartikan keinginan dan kesungguahan seseorang mengerjakan pekerjaan dengan
baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Sedangkan
menurut Saydam (2000), semangat kerja yakni melakukan pekerjaan dengan semangat
yang tinggi dan penuh dengan ketulusan dan kegembiraan, karena kegembiraan
bersumber dari perasaan dan seseorang akan merasa gembira bila individu yakin
sesuatu yang menyenangkan perasaan dan hatinya.
Menurut
Nawawi (1990), bahwa semangat kerja merupakan suasana batin seorang karyawan
yang berpengaruh pada usahanya untuk mewujudkan suatu tujuan melalui
pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Dan Menurut Chaplin
(dalam Asnawi, 1999), semangat kerja adalah sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya
kepercayaan diri, motivasi diri yang
kuat untuk meneruskan pekerjaan, kegembiraan, dan organisasi yang baik.
Berdasarkan
pengertian dari beberapa ahli di atas, disimpulkan bahwa semangat kerja adalah
sikap mental seorang karyawan yang ditandai secara khas dengan adanya motivasi
diri yang kuat untuk meneruskan dan menyelesaikan pekerjaan, yang diharapkan
pekerjaan lebih cepat sesuai tanggungjawab.
2.
Aspek-aspek Semangat Kerja
Aspek
semangat kerja menurut Maier (dalam Majorsy, 2007) yaitu :
a.
Kegairahan
atau antusiasme.
Jika
karyawan memiliki kegairahan dalam bekerja, hal ini berarti karyawan memiliki
dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
b.
Kualitas
untuk bertahan.
Orang
yang mempunyai semangat kerja tinggi, tidak mudah putus asa dalam menghadapi
kesukaran-kesukaran yang timbul dalam pekerjaannya. Hal itu berarti bahwa orang
tersebut mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa depan yang akan
datang dengan baik. Hal ini dapat meningkatkan kualitas seseorang untuk
bertahan.
c.
Kekuatan
untuk melawan frustasi.
Menggambarkan
bahwa seseorang yang semangat kerja tinggi tidak memiliki sikap yang pesimis
apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.
d.
Semangat
berkelompok.
Adanya
semangat kerja membuat karyawan akan lebih berfikir sebagai "kami"
daripada sebagai "saya". individu akan saling tolong menolong dan
tidak bersaing untuk menjatuhkan.
Di dalam penelitian ini, semangat kerja yang diukur menggunakan skala
psikologis dengan merujuk pada teori aspek-aspek semangat kerja dari Maier (dalam Majorsy, 2007). Aspek-aspek semangat kerja yang diukur
dalam skala ini meliputi kegairahan, kualitas untuk bertahan, kekuatan untuk
melawan frustasi, dan semangat berkelompok.
Alasan digunakannya teori ini yaitu karena teori semangat kerja dari Maier
(dalam Majorsy, 2007) sesuai untuk digunakan atau diaplikasikan pada subjek karyawan.
3.
Karakteristik Semangat Kerja
Menurut
Adnyani (2008), Semangat kerja memiliki tiga karakteristik, yakni :
a.
Disiplin
Disiplin
merupakan suatu keadaan tertib karena orang-orang yang tergabung dalam suatu
organisasi tunduk dan taat pada peraturan yang ada serta melaksanakan dengan
senang hati. Karyawan yang menuruti semua peraturan karena takut akan dihukum
mencerminkan disiplin negatif. Sebaliknya, kepatuhan karyawan pada peraturan
karena sadar akan fungsi peraturan tersebut untuk mencapai keberhasilan adalah
mencerminkan disiplin yang positif.
b.
Kerjasama
Kerjasama
diartikan sebagai tindakan kolektif seseorang dengan orang lain yang dapat
dilihat dari kesediaan para karyawan untuk bekerjasama dengan teman-teman
sekerja dan dengan atasan sehubungan dengan tugas-tugasnya, dan adanya
keaktifan dalam kegiatan organisasi. Kerjasama adalah refleksi diri semangat
dan akan baik jika semangat tinggi. Semangat kerja yang tinggi membuat kerjasama
lebih baik dan ada kesediaan saling membantu.
c.
Kepuasan
kerja
Kepuasan
mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap produktivitas kerja. Setiap
karyawan mempunyai dorongan untuk bekerja karena kerja adalah pusat dari
kehidupan dan kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk
mengerjakan suatu pekerjaan. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap karyawan
terhadap pekerjaannya, situasi kerja, serta kerjasama antara pimpinan dan
sesama karyawan. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan sering melamun,
mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil,
sering mangkir, dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
yang harus dilakukan. Oleh karena itu, karyawan akan merasa puas atas kerja
yang telah dilaksanakan jika yang dikerjakan dianggap memenuhi harapan sesuai
dengan tujuannya.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa, karakteristik semangat kerja menurut Adnyani (2008)
ada tiga yaitu, disiplin, kerjasama, dan kepuasan kerja.
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja
menurut Kossen (1986) adalah sebagai berikut :
a.
Organisasi
Organisasi
penting mempengaruhi sikap para karyawan terhadap pekerjaannya. Apabila suatu
perusahaan tidak dapat mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan pasar dan
karena itu mengalami kemunduran yang cepat dalam permintaan dan profitabilitasnya,
maka semangat kerja karyawan juga dapat dipengaruhi secara negatif.
b.
Kegiatan
karyawan
Karyawan
merupakan hasil dari lingkungan keseluruhannya. Hubungan antara pekerja dengan
keluarga dan sahabat dapat mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan tentang
pekerjaan. Meskipun karyawan mempunyai hak bagi kehidupan pribadi sendiri namun
ketika kehidupan pribadi tersebut mempengaruhi kinerja karyawan maka manager
seharusnya memiliki tanggung jawab preogratif untuk membicarakan
masalah-masalah pribadi seperti kesulitan perkawinan sampai penyalahgunaan obat
bius dan lain sebagainya.
c.
Sifat
pekerjaan
Secara
historis, kerja cenderung menjadi makin bertambah terspesialisasi dan rutin
ketika karyawan terdidik secara progresif. Karyawan lebih mengharapkan
mendapatkan nilai-nilai dan pendidikan dari pekerjaan yang lebih menjurus pada
kejenuhan, pemikiran obsesi dan keterasingan.
d.
Teman
sejawat
Sitem
darurat, atau informal dalam suatu organisai juga dapat mempengaruhi semangat.
Apabila seorang karyawan yang tadinya memiliki sikap mendukung pada
kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, namun ketika menjadi suatu anggota
kelompok maka sikapnya pada kondisi kerja dapat dipengaruhi oleh sikap yang
dimiliki oleh kelompok atau perhimpunannya. Suatu kondisi yang dulu tidak
mengganggu dapat secara tiba-tiba memiliki pengaruh yang jelek pada semangat
karena pengaruh dan tekanan teman-teman sejawat.
e.
Kepemimpinan
Manajer
menentukan suasana dan mempunyai tanggung jawab utama untuk menetabkan iklim
orgaisasi yang sehat. Tindakan-tindakan manajer memiliki pengaruh yang kuat
atas semangat kerja.
f.
Konsep
diri
Konsep
diri para karyawan (bagaimana karyawan memandang dirinya sendiri) mempengaruhi
sikapnya terhadap organisasi. Karyawan yang tidak memiliki kepercayaan diri
atau sering menderita kesehatan fisik akan sering menurunkan semangat kerja.
g.
Keperluan
pribadi
Keperluan
pribadi juga dapat mempengaruhi semangat kerja. Gaji, bonus natau upah dapat
membantu untuk memenuhi keperluan pribadi karyawan. Kenaikan gaji tidak selalu
memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya. Namun, apabila teradi
ketidakadilan dalam masalah gaji baik antara sesama rekan kerja maupun
perusahaan lain namun dalam industri yang sama maka akan menurunkan semangat
kerja karyawan.
Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja menurut Kossen (1986) adalah, organisasi, kegiatan
karyawan, sifat pekerjaan, teman sejawat, kepemimpinan, konsep diri, dan keperluan
pribadi.
B.
The
Big Five Personality
1. Pengertian
Big Five Personality
Menurut Alport (dalam Alwisol, 2004)
kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seseorang
yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya. Dan
menurut Alwisol (2004), konsep awal dari
personality adalah tingkah laku yang
ditempatkan ke lingkungan sosial, kesan mengenai diri yang dinginkan agar dapat
ditangkap oleh lingkungan sosial.
Menurut
Monk, dkk (2002), Kepribadian atau pribadi dipandang sebagai kesatuan sifat
khas yang menandai pribadi tertentu. Sedangkan menurut Gregory (2011), mengemukakan bahwa, konsep tentang
Kepribadian digunakan untuk menjelaskan perbedaan perilaku antar orang, dan
untuk memahami konsistensi perilaku setiap individu itu sendiri
Walaupun
kondisi internal seperti berpikir atau perasaan ada, keduanya tidak dapat
digunakan sebagai penjelasan dari perilaku, hanya perilaku yang terlihat yang
dapat dipelajari oleh ilwuman (Skinner dalam Feist dan Feist, 2011). Sistem
Kepribadian kognitif-afektif (CAPS) dari Michel (dalam Feist dan Feist, 2011)
mengindikasikan bahwa perilaku manusia pada umumnya dibentuk oleh interaksi
dari sifat kepribadian yang stabil, termasuk sejumlah variabel personal.
Menurut Widhiastuti (2014), model big five personality atau model lima
besar kepribadian dibangun dengan pendekatan yang lebih sederhana. Walaupun
teori big five personality terlihat
begitu kompleks dibanding dengan teori lain sebelumnya, beberapa pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian-penelitian lebih sederhana. Sedangkan menurut
Pervin dkk (dalam Widhiastuti, 2014), big
five personality memiliki reliabilitas dan validitas yang relatif stabil,
hingga seseorang menginjak dewasa. Sedangkan Goldbelrg (dalam Gregory, 2011) menamai
lima faktor dengan lima besar (big five).
McCrae dan Costa (dalam Feist dan Feist,
2011) setuju dengan Eysenck bahwa sifat dari kepribadian adalah bipolar dan
mengikuti distribusi lonceng, kebanyakan orang akan memiliki skor yang berada
dekat dengan titik tengah dari setiap sifat, dan hanya sedikit orang yang
memiliki skor pada titik ekstrem.
Hipotesis
leksikal yang paling mendasar adalah bahwa perbedaan individu dalam transaksi
manusia akan dikode sebagai terminologi tunggal atau semua dari bahasa di
dunia, variasi dari perbedaan individu lebih pada suatu gabungan dari facet-facet tersebut (Goldberg, dalam
Widhiastuti, 2014).
Berdasarkan berbagai definisi di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa big five
personality adalah sebuah teori kepribadian yang
dibangun dengan pendekatan yang sederhana, memiliki reliabilitas dan validitas
yang relatif stabil, dan memandang kepribadian adalah suatu sifat yang bipolar.
2.
Dimensi Big Five
Personality
Menurut
Digman dan Hogan (dalam Widhiastuti, 2014), menyebutkan dimensi Big Five Personality adalah sebagai
berikut, neuroticism (N) mencakup
perasaaan-perasaan negatif, cemas, sedih, mudah tersentuh, dan nervous. Faktor opennes to experience (O) meliputi keterbukaan, kedalaman dan mental individual
yang kompleks dan pengalaman hidup. Extraversion (E) dan agreeableness
(A) termasuk interpersonal bahwa seseorang dapat bekerjasama dan bergaul dengan
orang lain. Terakhir adalah yang disebut dengan faktor conscientiusness(C), menyangkut tugas dan capaian serta kontrol
yang merupakan persyaratan sosial.
Feist
dan Feist (2011), menerjemahkan pemikiran McCrae dan Costa tentang lima dimensi
Big Five Personality, adalah sebagai
berikut:
a. Opennes to experience (O)
Keterbukaan
terhadap pengalaman membedakan antara orang-orang yang memilih keragaman dengan
orang-orang yang mempunyai suatu kebutuhan atas akhir yang sempurna, serta yang
tetap merasa nyaman dengan asosiasi terhadap hal-hal dan orang-orang yang tidak
asing.. Kesimpulannya, orang-orang yang tinggi keterbukaannya, biasanya
kreatif, imajinatif, penuh rasa penasaran, terbuka, dan lebih memilih variasi.
Sebaliknya, individu yang rendah keterbukaannya terhadap pengalaman biasanya
konvensional, rendah hati, konservatif, dan tidak terlalu penasaran terhadap
sesuatu.
b. Conscientiousness (C)
Mendeskripsikan
orang-orang yang teratur, terkontrol, terorganisasi, ambisius, terfokus pada
pencapaian, dan memiliki disiplin diri. Secara umum, individu yang mempunyai
skor (C) yang tinggibiasanya pekerja keras, berhati-hati, tepay waktu, dan
mampu bertahan. Sebaliknya, individu yang mempunyai skor (C) yang rendah
cenderung tidak teratur, ceroboh, pemalas, serta tidak memiliki tujuan dan
lebih mungkin menyerah saat mulai menemui kesulitan dalam mengerjakan sesuatu.
c. Extraversion (E)
Orang dengan skor tinggi
pada extraversion (E), cenderung
penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul, dan
menyenangkan. Sebaliknya, individu yang memiliki skor extraversion (E) yang rendah biasanya tertutup, pendiam,
penyendiri, pasif, dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk mengekspresikan
emosi yang kuat.
d. Agreeableness (A)
Skala
keramahan membedakan antara orang-orang yang berhati lembut dengan yang kejam.
Orang-orang yang memiliki skor yang mengarah pada keramahan cenderung mudah
percaya, murah hati, pengalah, mudah menerima, dan memiliki perilaku yang baik.
Individu yang memiliki skor dengan arah sebaliknya, cenderung penuh curiga,
pelit, tidak ramah, mudah kesal, dan penuh kritik terhadap orang lain.
e. Neuroticism (N)
Neuroticism (N) dan extraversion
(E) adalah dua sifat kepribadian yang paling kuat dan terjadi di mana-mana.
Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada neuroticism cenderung penuh
kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sangat sadar akan dirinya
sendiri, emosional dan rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres.
Individu yang memiliki skor N yang rendah biasanya tenang, tidak temperamental,
puas terhadap dirinya sendiri, dan tidak emosional.
Di dalam penelitian ini, big five personality yang diukur
menggunakan skala psikologis dengan merujuk pada teori McCrae dan
Costa (dalam Feist dan Feist, 2011). Dimensi-dimensi big
five personality yang diukur dalam skala ini meliputi opennes
to experience (O), conscientiousness (C), extraversion (E), agreeableness (A), neuroticism
(N).
Alasan digunakannya teori kepribadian big five personality adalah karena teori
McCrae dan Costa (dalam Feist dan Feist, 2011) dinilai memiliki penjabaran
indikator yang menyeluruh dan sederhana dalam pengaplikasiannya.
Gambar 1. Proses dari
sistem kepribadian menurut teori big five personality. (McCrae dan
Costa, dalam Feist dan Feist, 2011)
3. Sifat-sifat dari Dimensi Big Five Personality
Masing-masing
dari dimensi big five personality
memiliki sifat yang bertentangan pada kadar yang paling kuat dan paling lemah
(Basuki, 2008). Menurut McCrae dan Costa (dalam Feist dan
Feist, 2011) bahwa sifat dari kepribadian adalah bipolar dan mengikuti
distribusi lonceng.
Tabel 1
Sifat-sifat pada Dimensi Big Five Personality
Dimensi
|
Sifat
|
Opennes
to experience
|
Konvensional – Original
Tidak senang – Pemberani berpetualang
|
Conscientiousness
|
Tidak dapat dipercaya – Dapat dipercaya
Teledor – Hati-hati
|
Extraversion
|
Pendiam – Mudah bergaul
Tenang – Banyak bicara
Terinhibisi – Spontan
|
Agreeableness
|
Kejam – Lembut hati
Egois – Tidak egois
Ceroboh – Teliti
|
Neuroticism
|
Tenang – Pengkuatir
Tegar – Peka
Percaya diri – Tidak percaya diri
|
Sumber : Atkinson (dalam Basuki,
2008)
Tabel 2
Model Kepribadian Big Five Personality
Dimensi
|
Skor Tinggi
|
Skor Rendah
|
Opennes to experience
|
Imajinatif
Kreatif
Inovatif
Penasaran
Bebas
|
Realistis
Tidak
kreatif
Konvensional
Tidak
penasaran
Konservatif
|
Dimensi
|
Skor Tinggi
|
Skor Rendah
|
Conscientiousness
|
Teliti
Bekerja keras
Teratur
Tepat waktu
Ambisius
Gigih
|
Ceroboh
Malas
Tidak teratur
Terlambat
Tidak punya tujuan
Mudah menyerah
|
Extraversion
|
Penuh kasih sayang
Mudah bergaul
Banyak bicara
Menyukai
Kesenangan
Bersemangat
|
Tidak peduli
Penyendiri
Pendiam
Serius
Tidak berperasaan
|
Agreeableness
|
berhati lembut
mudah percaya
dermawan
ramah
toleran
bersahabat
|
keras hati
penuh kecurigaan
pelit
bermusuhan
kritis
lekas marah
|
Neuroticism
|
Pencemas
Temperamental
Sentimenal
Emosional
Rentan
|
Tenang
Terkadang temperamental
Bangga dengan dirinya sendiri
Tidak emosional
Kuat
|
Sumber:
Mc.Crae dan Costa (dalam Feist dan
Feist, 2011)
C. Karyawan
1. Pengertian
Karyawan
Menurut
Hasibuan (2003), karyawan adalah orang penjual jasa (pikiran atau tenaga) dan
mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. sedangkan
menurut Mukhyi dan Hudiyanto (1995), karyawan akan mendapatkan kompensasi
berupa pembayaran upah dan gaji, pemberian kompensasi pelengkap seperti
pembayaran asuransi, cuti, sakit, dan sebagainya.
Menurut
Subri (2003), karyawan adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun)
atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang memproduksi barang dan
jasa.
2. Jenis-jenis
Karyawan
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia online (dalam pusat bahasa, 2008), karyawan dibagi
menjadi empat jenis karyawan yaitu :
a.
Karyawan Lepas (karyawan tidak tetap atau harian)
Pegawai
yang bekerja berdasarkan kontrak kerja dalam waktu tertentu.
a.
Karyawan
Manajerial
Orang
yang berhak memerintah bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dan
dikerjakan dengan perintah.
c.
Karyawan Oprasional
Orang
yang secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah atasan.
d.
Karyawan Tetap
Pegawai yang bekerja disuatu badan (perusahaan
dan sebagainya) secara tetap berdasarkan surat keputusan.
D. Perbedaan
Semangat Kerja Berdasarkan Big Five
Personality pada Karyawan PT. Sumber Pangan Jaya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
semangat kerja berdasarkan big five
personality pada karyawan PT Sumber Pangan Jaya.
Dalam suatu organisasi, terdapat unsur yang sentral yakni
sumber daya manusia. Manajerial yang baik terhadap sumber daya manusia akan
menghasilkan produktivitas yang positif terhadap organisasi maupun perusahaan.
Salah satu fungsi manajerial SDM adalah untuk menjaga semangat kerja karyawan
tetap tinggi. Semangat kerja sendiri adalah usaha, sikap, dan suasana batin
atau sikap mental seorang individu atau kelompok karyawan yang ditandai secara
khas dengan adanya motivasi diri yang kuat untuk meneruskan pekerjaan, yang
diharapkan pekerjaan lebih cepat sesuai tanggungjawabnya. Dari pengertian
tersebut sangatlah jelas, bahwa semangat kerja sangat berperan dalam kinerja
SDM dalam organisasi. Adapun aspek-aspek semangat kerja menurut Maier (dalam
Majorsy, 2007) adalah, kegairahan atau antusiasme, kualitas untuk bertahan, kekuatan
untuk melawan frustasi, semangat berkelompok. Dan karakteristik semangat kerja
adalah disiplin, kerjasama, dan kepuasan kerja (Adnyani, 2008).
Setiap individu memiliki kepribadian yang membedakan satu
dengan yang lainnya, termasuk juga sumber daya manusia dalam organisasi.
Kepribadian merupakan suatu organisasi, proses struktur perkembangan yang dinamik dalam sistem psikofisiologik dan
merupakan perilaku yang terlihat, dapat dipelajari, dan dapat untuk menjelaskan
perbedaan perilaku antar orang yang bertujuan untuk memahami konsistensi
perilaku setiap individu.
Ada banyak teori kepribadian yang
dapat menjelaskan perilaku kerja dalam organisasi, salah satunya adalah teori big five personality atau teori lima
faktor. Teori kepribadian big five
personality sangatlah kompleks, teori ini memiliki lima dimensi dan
terdapat beberapa sifat di setiap masing-masing dimensinya. Menurut McCrae dan
Costa (dalam Feist dan feist, 2011), kelima dimensi tersebut adalah extraversion (E), neuroticism (N), opennes
to experience (O), agreeableness (A),
dan conscientiousness (C). Apabila
dilihat dari setiap sifat-sifat dimensi, maka akan terdapat hubungan antara
keduanya dari big five personality dan
semangat kerja. Dimensi yang pertama adalah extraversion
(E). Dalam extraversion (E) terdapat
sifat bersemangat. Hal ini sangat jelas berhubungan dengan semangat kerja,
karena tinggi rendahnya semangat kerja seorang karyawan dinilai dari
bersemangatnya karyawan tersebut terhadap pekerjaannya. Selanjutnya neuroticism (N) yang merupakan dimensi
kedua dari big five personality.
Salah satu sifat neuroticism (N)
adalah kuat dan rentan. Jika dikaitkan dengan semangat kerja, karyawan
membutuhkan keinginan untuk bertahan dalam pekerjaannya, dan kualitas untuk
bertahan termasuk aspek semangat kerja menurut Maier (dalam Majorsy, 2007).
Dimensi yang ketiga adalah opennes to experience (O), pada opennes
to experience terdapat sifat terbuka. Sifat terbuka memiliki hubungan
dengan semangat berkelompok, karena jika karyawan terbuka terhadap rekan
kerjanya, maka akan cenderung tidak ada perselisihan dalam kelompok, hal ini
membuat kerjasama dalam kelompok berdampak positif. Adanya semangat kerja
membuat karyawan akan lebih berfikir sebagai “kami daripada “saya”, individu
akan saling tolong menolong dan tidak bersaing untuk menjatuhkan (Maier dalam
Mejorsy, 2007). Selanjutya yaitu
dimensi agreeableness (A) yang
memiliki sifat-sifat seperti berhati lembut, mudah percaya, ramah, toleran, dan
bersahabat. Jika karyawan memiliki skor agreeableness
(A) yang tinggi maka sangat berpengaruh terhadap semangat kerja, karena salah
satu faktor semangat kerja yang baik adalah terdapat hubungan yang harmonis
dengan atasan ataupun bawahan. Dalam karakteristik semangat kerja menurut Adnyani
(2008), terdapat unsur kerjasama, yang berarti harus ada hubungan yang baik
antar karyawan.
Conscientiousness
(C) adalah dimensi terakhir dalam teori big
five personality. Didalam Conscientiousness
(C) terdapat ketelitian, bekerja keras, teratur, ambisius, dan gigih. Bekerja
keras, ambisius dan gigih memiliki hubungan dengan aspek semangat kerja yang
pertama menurut Maier (dalam Majorsy, 2007) yakni, kegairahan atau antusiasme.
Karena kegairahan atau antusiasme adalah cerminan dari kerja keras, ambisius
dan gigih. Selanjutnya adalah sifat teratur, dalam karakteristik menurut
Adnyani (2008) terdapat unsur disiplin dalam semangat kerja. Disiplin merupakan suatu keadaan tertib, dan sifat
teratur dalam karyawan sangat dibutuhkan dalam unsur disiplin ini.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel semangat kerja memiliki hubungan dengan big five personality.
Tabel 3.
Hubungan Big Five
Personality dengan Semangat Kerja
No
|
Dimensi Big Five
Personality
|
Hubungan dengan
Semangat Kerja
|
1
|
Opennes to experience (O)
|
Semangat
berkelompok
|
2
|
Conscientiousness (C)
|
Kegairahan atau
antusiasme
|
3
|
Extraversion (E)
|
Bersemangat
|
4
|
Agreeablesness (A)
|
Terdapat hubungan
yang harmonis dengan atasan ataupun bawahan
|
5
|
Neuroticism (N)
|
Kualitas untuk
bertahan
|
E.
Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini
yaitu, terdapat perbedaan semangat kerja pada masing-masing dimensi big five personality pada karyawan PT.
Sumber pangan jaya.
0 komentar:
Posting Komentar