Rabu, 17 Agustus 2016

PERBEDAAN SEMANGAT KERJA BERDASARKAN BIG FIVE PERSONALITY PADA KARYAWAN PT. SUMBER PANGAN JAYA (BAB II)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Semangat Kerja

1.         Pengertian Semangat Kerja
        Semangat kerja adalah usaha untuk melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan diharapkan lebih cepat dan lebih baik (Nitisemito, 1986). Berikutnya definisi menurut As'ad (1991), menyatakan bahwa semangat kerja berkaitan dengan reaksi kelompok kerja, hal ini ditandai dengan adanya kesiapan mental yang baik dari karyawan, sehingga hubungan antara karyawan dengan karyawan lain ataupun dengan pemimpin tidak dijumpai adanya konflik yang berarti.
        Menurut Hasibuan (2001), semangat kerja diartikan keinginan dan kesungguahan seseorang mengerjakan pekerjaan dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Sedangkan menurut Saydam (2000), semangat kerja yakni melakukan pekerjaan dengan semangat yang tinggi dan penuh dengan ketulusan dan kegembiraan, karena kegembiraan bersumber dari perasaan dan seseorang akan merasa gembira bila individu yakin sesuatu yang menyenangkan perasaan dan hatinya.
        Menurut Nawawi (1990), bahwa semangat kerja merupakan suasana batin seorang karyawan yang berpengaruh pada usahanya untuk mewujudkan suatu tujuan melalui pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Dan Menurut Chaplin (dalam Asnawi, 1999), semangat kerja adalah sikap dalam  bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri yang  kuat untuk meneruskan pekerjaan, kegembiraan, dan organisasi yang baik.
        Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, disimpulkan bahwa semangat kerja adalah sikap mental seorang karyawan yang ditandai secara khas dengan adanya motivasi diri yang kuat untuk meneruskan dan menyelesaikan pekerjaan, yang diharapkan pekerjaan lebih cepat sesuai tanggungjawab.
2.         Aspek-aspek Semangat Kerja
     Aspek semangat kerja menurut Maier (dalam Majorsy, 2007) yaitu :
a.       Kegairahan atau antusiasme.
            Jika karyawan memiliki kegairahan dalam bekerja, hal ini berarti karyawan memiliki dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
b.      Kualitas untuk bertahan.
            Orang yang mempunyai semangat kerja tinggi, tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran yang timbul dalam pekerjaannya. Hal itu berarti bahwa orang tersebut mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa depan yang akan datang dengan baik. Hal ini dapat meningkatkan kualitas seseorang untuk bertahan.
c.       Kekuatan untuk melawan frustasi.
            Menggambarkan bahwa seseorang yang semangat kerja tinggi tidak memiliki sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.
d.      Semangat berkelompok.
            Adanya semangat kerja membuat karyawan akan lebih berfikir sebagai "kami" daripada sebagai "saya". individu akan saling tolong menolong dan tidak bersaing untuk menjatuhkan.
Di dalam penelitian ini, semangat kerja yang diukur menggunakan skala psikologis dengan merujuk pada teori aspek-aspek semangat kerja dari Maier (dalam Majorsy, 2007). Aspek-aspek semangat kerja yang diukur dalam skala ini meliputi kegairahan, kualitas untuk bertahan, kekuatan untuk melawan frustasi, dan semangat berkelompok.
Alasan digunakannya teori ini yaitu karena teori semangat kerja dari Maier (dalam Majorsy, 2007) sesuai untuk digunakan atau diaplikasikan pada subjek karyawan.


3.         Karakteristik Semangat Kerja
     Menurut Adnyani (2008), Semangat kerja memiliki tiga karakteristik, yakni :
a.       Disiplin
           Disiplin merupakan suatu keadaan tertib karena orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk dan taat pada peraturan yang ada serta melaksanakan dengan senang hati. Karyawan yang menuruti semua peraturan karena takut akan dihukum mencerminkan disiplin negatif. Sebaliknya, kepatuhan karyawan pada peraturan karena sadar akan fungsi peraturan tersebut untuk mencapai keberhasilan adalah mencerminkan disiplin yang positif.
b.      Kerjasama
           Kerjasama diartikan sebagai tindakan kolektif seseorang dengan orang lain yang dapat dilihat dari kesediaan para karyawan untuk bekerjasama dengan teman-teman sekerja dan dengan atasan sehubungan dengan tugas-tugasnya, dan adanya keaktifan dalam kegiatan organisasi. Kerjasama adalah refleksi diri semangat dan akan baik jika semangat tinggi. Semangat kerja yang tinggi membuat kerjasama lebih baik dan ada kesediaan saling membantu.
c.       Kepuasan kerja
           Kepuasan mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap produktivitas kerja. Setiap karyawan mempunyai dorongan untuk bekerja karena kerja adalah pusat dari kehidupan dan kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, situasi kerja, serta kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering mangkir, dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Oleh karena itu, karyawan akan merasa puas atas kerja yang telah dilaksanakan jika yang dikerjakan dianggap memenuhi harapan sesuai dengan tujuannya.
     Jadi dapat disimpulkan bahwa, karakteristik semangat kerja menurut Adnyani (2008) ada tiga yaitu, disiplin, kerjasama, dan kepuasan kerja.

4.         Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
        Faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja menurut Kossen (1986) adalah sebagai berikut :
a.    Organisasi
           Organisasi penting mempengaruhi sikap para karyawan terhadap pekerjaannya. Apabila suatu perusahaan tidak dapat mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan pasar dan karena itu mengalami kemunduran yang cepat dalam permintaan dan profitabilitasnya, maka semangat kerja karyawan juga dapat dipengaruhi secara negatif.
b.   Kegiatan karyawan
           Karyawan merupakan hasil dari lingkungan keseluruhannya. Hubungan antara pekerja dengan keluarga dan sahabat dapat mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan tentang pekerjaan. Meskipun karyawan mempunyai hak bagi kehidupan pribadi sendiri namun ketika kehidupan pribadi tersebut mempengaruhi kinerja karyawan maka manager seharusnya memiliki tanggung jawab preogratif untuk membicarakan masalah-masalah pribadi seperti kesulitan perkawinan sampai penyalahgunaan obat bius dan lain sebagainya.
c.    Sifat pekerjaan
           Secara historis, kerja cenderung menjadi makin bertambah terspesialisasi dan rutin ketika karyawan terdidik secara progresif. Karyawan lebih mengharapkan mendapatkan nilai-nilai dan pendidikan dari pekerjaan yang lebih menjurus pada kejenuhan, pemikiran obsesi dan keterasingan.


d.   Teman sejawat
           Sitem darurat, atau informal dalam suatu organisai juga dapat mempengaruhi semangat. Apabila seorang karyawan yang tadinya memiliki sikap mendukung pada kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, namun ketika menjadi suatu anggota kelompok maka sikapnya pada kondisi kerja dapat dipengaruhi oleh sikap yang dimiliki oleh kelompok atau perhimpunannya. Suatu kondisi yang dulu tidak mengganggu dapat secara tiba-tiba memiliki pengaruh yang jelek pada semangat karena pengaruh dan tekanan teman-teman sejawat.
e.    Kepemimpinan
           Manajer menentukan suasana dan mempunyai tanggung jawab utama untuk menetabkan iklim orgaisasi yang sehat. Tindakan-tindakan manajer memiliki pengaruh yang kuat atas semangat kerja.
f.    Konsep diri
           Konsep diri para karyawan (bagaimana karyawan memandang dirinya sendiri) mempengaruhi sikapnya terhadap organisasi. Karyawan yang tidak memiliki kepercayaan diri atau sering menderita kesehatan fisik akan sering menurunkan semangat kerja.
g.   Keperluan pribadi
           Keperluan pribadi juga dapat mempengaruhi semangat kerja. Gaji, bonus natau upah dapat membantu untuk memenuhi keperluan pribadi karyawan. Kenaikan gaji tidak selalu memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya. Namun, apabila teradi ketidakadilan dalam masalah gaji baik antara sesama rekan kerja maupun perusahaan lain namun dalam industri yang sama maka akan menurunkan semangat kerja karyawan.
      Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja menurut Kossen (1986) adalah, organisasi, kegiatan karyawan, sifat pekerjaan, teman sejawat, kepemimpinan, konsep diri, dan keperluan pribadi.
B.        The Big Five Personality

1.      Pengertian Big Five Personality
     Menurut Alport (dalam Alwisol, 2004) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seseorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya. Dan menurut Alwisol (2004),  konsep awal dari personality adalah tingkah laku yang ditempatkan ke lingkungan sosial, kesan mengenai diri yang dinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.
     Menurut Monk, dkk (2002), Kepribadian atau pribadi dipandang sebagai kesatuan sifat khas yang menandai pribadi tertentu. Sedangkan menurut Gregory (2011),  mengemukakan bahwa, konsep tentang Kepribadian digunakan untuk menjelaskan perbedaan perilaku antar orang, dan untuk memahami konsistensi perilaku setiap individu itu sendiri
     Walaupun kondisi internal seperti berpikir atau perasaan ada, keduanya tidak dapat digunakan sebagai penjelasan dari perilaku, hanya perilaku yang terlihat yang dapat dipelajari oleh ilwuman (Skinner dalam Feist dan Feist, 2011). Sistem Kepribadian kognitif-afektif (CAPS) dari Michel (dalam Feist dan Feist, 2011) mengindikasikan bahwa perilaku manusia pada umumnya dibentuk oleh interaksi dari sifat kepribadian yang stabil, termasuk sejumlah variabel personal.
     Menurut Widhiastuti (2014), model big five personality atau model lima besar kepribadian dibangun dengan pendekatan yang lebih sederhana. Walaupun teori big five personality terlihat begitu kompleks dibanding dengan teori lain sebelumnya, beberapa pendekatan yang dilakukan dalam penelitian-penelitian lebih sederhana. Sedangkan menurut Pervin dkk (dalam Widhiastuti, 2014), big five personality memiliki reliabilitas dan validitas yang relatif stabil, hingga seseorang menginjak dewasa. Sedangkan Goldbelrg (dalam Gregory, 2011) menamai lima faktor dengan lima besar (big five).
       McCrae dan Costa (dalam Feist dan Feist, 2011) setuju dengan Eysenck bahwa sifat dari kepribadian adalah bipolar dan mengikuti distribusi lonceng, kebanyakan orang akan memiliki skor yang berada dekat dengan titik tengah dari setiap sifat, dan hanya sedikit orang yang memiliki skor pada titik ekstrem.
      Hipotesis leksikal yang paling mendasar adalah bahwa perbedaan individu dalam transaksi manusia akan dikode sebagai terminologi tunggal atau semua dari bahasa di dunia, variasi dari perbedaan individu lebih pada suatu gabungan dari facet-facet tersebut (Goldberg, dalam Widhiastuti, 2014).
       Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa big five personality adalah sebuah teori kepribadian yang dibangun dengan pendekatan yang sederhana, memiliki reliabilitas dan validitas yang relatif stabil, dan memandang kepribadian adalah suatu sifat yang bipolar.

2.    Dimensi Big Five Personality
       Menurut Digman dan Hogan (dalam Widhiastuti, 2014), menyebutkan dimensi Big Five Personality adalah sebagai berikut, neuroticism (N) mencakup perasaaan-perasaan negatif, cemas, sedih, mudah tersentuh, dan nervous. Faktor opennes to experience (O) meliputi keterbukaan, kedalaman dan mental individual yang kompleks dan pengalaman hidup. Extraversion (E) dan agreeableness (A) termasuk interpersonal bahwa seseorang dapat bekerjasama dan bergaul dengan orang lain. Terakhir adalah yang disebut dengan faktor conscientiusness(C), menyangkut tugas dan capaian serta kontrol yang merupakan persyaratan sosial.
       Feist dan Feist (2011), menerjemahkan pemikiran McCrae dan Costa tentang lima dimensi Big Five Personality, adalah sebagai berikut:
a.      Opennes to experience (O)
                         Keterbukaan terhadap pengalaman membedakan antara orang-orang yang memilih keragaman dengan orang-orang yang mempunyai suatu kebutuhan atas akhir yang sempurna, serta yang tetap merasa nyaman dengan asosiasi terhadap hal-hal dan orang-orang yang tidak asing.. Kesimpulannya, orang-orang yang tinggi keterbukaannya, biasanya kreatif, imajinatif, penuh rasa penasaran, terbuka, dan lebih memilih variasi. Sebaliknya, individu yang rendah keterbukaannya terhadap pengalaman biasanya konvensional, rendah hati, konservatif, dan tidak terlalu penasaran terhadap sesuatu.
b.      Conscientiousness (C)
                         Mendeskripsikan orang-orang yang teratur, terkontrol, terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki disiplin diri. Secara umum, individu yang mempunyai skor (C) yang tinggibiasanya pekerja keras, berhati-hati, tepay waktu, dan mampu bertahan. Sebaliknya, individu yang mempunyai skor (C) yang rendah cenderung tidak teratur, ceroboh, pemalas, serta tidak memiliki tujuan dan lebih mungkin menyerah saat mulai menemui kesulitan dalam mengerjakan sesuatu.
c.       Extraversion (E)
                         Orang dengan skor tinggi pada extraversion (E), cenderung penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul, dan menyenangkan. Sebaliknya, individu yang memiliki skor extraversion (E) yang rendah biasanya tertutup, pendiam, penyendiri, pasif, dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang kuat.
d.      Agreeableness (A)
                         Skala keramahan membedakan antara orang-orang yang berhati lembut dengan yang kejam. Orang-orang yang memiliki skor yang mengarah pada keramahan cenderung mudah percaya, murah hati, pengalah, mudah menerima, dan memiliki perilaku yang baik. Individu yang memiliki skor dengan arah sebaliknya, cenderung penuh curiga, pelit, tidak ramah, mudah kesal, dan penuh kritik terhadap orang lain.
e.       Neuroticism (N)
                         Neuroticism (N) dan extraversion (E) adalah dua sifat kepribadian yang paling kuat dan terjadi di mana-mana. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada neuroticism cenderung penuh kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sangat sadar akan dirinya sendiri, emosional dan rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres. Individu yang memiliki skor N yang rendah biasanya tenang, tidak temperamental, puas terhadap dirinya sendiri, dan tidak emosional.
       Di dalam penelitian ini, big five personality yang diukur menggunakan skala psikologis dengan merujuk pada teori McCrae dan Costa (dalam Feist dan Feist, 2011). Dimensi-dimensi big five personality yang diukur dalam skala ini meliputi opennes to experience (O), conscientiousness (C),  extraversion (E), agreeableness (A), neuroticism (N).
       Alasan digunakannya teori kepribadian big five personality adalah karena teori McCrae dan Costa (dalam Feist dan Feist, 2011) dinilai memiliki penjabaran indikator yang menyeluruh dan sederhana dalam pengaplikasiannya.

 
















Gambar 1. Proses dari sistem kepribadian menurut teori big five personality. (McCrae dan Costa, dalam Feist dan Feist, 2011)

3.  Sifat-sifat dari Dimensi Big Five Personality
     Masing-masing dari dimensi big five personality memiliki sifat yang bertentangan pada kadar yang paling kuat dan paling lemah (Basuki, 2008). Menurut McCrae dan Costa (dalam Feist dan Feist, 2011) bahwa sifat dari kepribadian adalah bipolar dan mengikuti distribusi lonceng.

Tabel 1
Sifat-sifat pada Dimensi Big Five Personality
Dimensi
Sifat
Opennes to experience
Konvensional – Original
Tidak senang – Pemberani berpetualang
Conscientiousness
Tidak dapat dipercaya – Dapat dipercaya
Teledor – Hati-hati
Extraversion
Pendiam – Mudah bergaul
Tenang – Banyak bicara
Terinhibisi – Spontan
Agreeableness
Kejam – Lembut hati
Egois – Tidak egois
Ceroboh – Teliti
Neuroticism
Tenang – Pengkuatir
Tegar – Peka
Percaya diri – Tidak percaya diri

Sumber : Atkinson (dalam  Basuki, 2008)


Tabel 2
Model Kepribadian Big Five Personality
Dimensi
Skor Tinggi
Skor Rendah
Opennes to experience
Imajinatif
Kreatif
Inovatif
Penasaran
Bebas
Realistis
Tidak kreatif
Konvensional
Tidak penasaran
Konservatif


Dimensi
Skor Tinggi
Skor Rendah
Conscientiousness
Teliti
Bekerja keras
Teratur
Tepat waktu
Ambisius
Gigih
Ceroboh
Malas
Tidak teratur
Terlambat
Tidak punya tujuan
Mudah menyerah
Extraversion
Penuh kasih sayang
Mudah bergaul
Banyak bicara
Menyukai
Kesenangan
Bersemangat
Tidak peduli
Penyendiri
Pendiam
Serius

Tidak berperasaan
Agreeableness
berhati lembut
mudah percaya
dermawan
ramah
toleran
bersahabat
keras hati
penuh kecurigaan
pelit
bermusuhan
kritis
lekas marah
Neuroticism
Pencemas
Temperamental
Sentimenal

Emosional
Rentan
Tenang
Terkadang temperamental
Bangga dengan dirinya sendiri
Tidak emosional
Kuat




























Sumber: Mc.Crae dan Costa (dalam Feist dan Feist, 2011)

C.    Karyawan
1.      Pengertian Karyawan
                Menurut Hasibuan (2003), karyawan adalah orang penjual jasa (pikiran atau tenaga) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. sedangkan menurut Mukhyi dan Hudiyanto (1995), karyawan akan mendapatkan kompensasi berupa pembayaran upah dan gaji, pemberian kompensasi pelengkap seperti pembayaran asuransi, cuti, sakit, dan sebagainya.
                Menurut Subri (2003), karyawan adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang memproduksi barang dan jasa.
2.      Jenis-jenis Karyawan
                Menurut kamus besar bahasa Indonesia online (dalam pusat bahasa, 2008), karyawan dibagi menjadi empat jenis karyawan yaitu :
a. Karyawan Lepas (karyawan tidak tetap atau harian)
                Pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak kerja dalam waktu tertentu.
a.    Karyawan Manajerial
      Orang yang berhak memerintah bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dan dikerjakan dengan perintah.
c. Karyawan Oprasional
            Orang yang secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya   sesuai dengan perintah atasan.
d. Karyawan Tetap
             Pegawai yang bekerja disuatu badan (perusahaan dan sebagainya) secara tetap berdasarkan surat keputusan.
          
D.      Perbedaan Semangat Kerja Berdasarkan Big Five Personality pada Karyawan PT. Sumber Pangan Jaya
        Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan semangat kerja berdasarkan big five personality pada karyawan PT Sumber Pangan Jaya.
       Dalam suatu organisasi, terdapat unsur yang sentral yakni sumber daya manusia. Manajerial yang baik terhadap sumber daya manusia akan menghasilkan produktivitas yang positif terhadap organisasi maupun perusahaan. Salah satu fungsi manajerial SDM adalah untuk menjaga semangat kerja karyawan tetap tinggi. Semangat kerja sendiri adalah usaha, sikap, dan suasana batin atau sikap mental seorang individu atau kelompok karyawan yang ditandai secara khas dengan adanya motivasi diri yang kuat untuk meneruskan pekerjaan, yang diharapkan pekerjaan lebih cepat sesuai tanggungjawabnya. Dari pengertian tersebut sangatlah jelas, bahwa semangat kerja sangat berperan dalam kinerja SDM dalam organisasi. Adapun aspek-aspek semangat kerja menurut Maier (dalam Majorsy, 2007) adalah, kegairahan atau antusiasme, kualitas untuk bertahan, kekuatan untuk melawan frustasi, semangat berkelompok. Dan karakteristik semangat kerja adalah disiplin, kerjasama, dan kepuasan kerja (Adnyani, 2008).
          Setiap individu  memiliki kepribadian yang membedakan satu dengan yang lainnya, termasuk juga sumber daya manusia dalam organisasi. Kepribadian merupakan suatu organisasi, proses struktur perkembangan yang  dinamik dalam sistem psikofisiologik dan merupakan perilaku yang terlihat, dapat dipelajari, dan dapat untuk menjelaskan perbedaan perilaku antar orang yang bertujuan untuk memahami konsistensi perilaku setiap individu.
            Ada banyak teori kepribadian yang dapat menjelaskan perilaku kerja dalam organisasi, salah satunya adalah teori big five personality atau teori lima faktor. Teori kepribadian big five personality sangatlah kompleks, teori ini memiliki lima dimensi dan terdapat beberapa sifat di setiap masing-masing dimensinya. Menurut McCrae dan Costa (dalam Feist dan feist, 2011), kelima dimensi tersebut adalah extraversion (E), neuroticism (N), opennes to experience (O), agreeableness (A), dan conscientiousness (C). Apabila dilihat dari setiap sifat-sifat dimensi, maka akan terdapat hubungan antara keduanya dari big five personality dan semangat kerja. Dimensi yang pertama adalah extraversion (E). Dalam extraversion (E) terdapat sifat bersemangat. Hal ini sangat jelas berhubungan dengan semangat kerja, karena tinggi rendahnya semangat kerja seorang karyawan dinilai dari bersemangatnya karyawan tersebut terhadap pekerjaannya. Selanjutnya neuroticism (N) yang merupakan dimensi kedua dari big five personality. Salah satu sifat neuroticism (N) adalah kuat dan rentan. Jika dikaitkan dengan semangat kerja, karyawan membutuhkan keinginan untuk bertahan dalam pekerjaannya, dan kualitas untuk bertahan termasuk aspek semangat kerja menurut Maier (dalam Majorsy, 2007).
            Dimensi yang ketiga adalah opennes to experience  (O), pada opennes to experience terdapat sifat terbuka. Sifat terbuka memiliki hubungan dengan semangat berkelompok, karena jika karyawan terbuka terhadap rekan kerjanya, maka akan cenderung tidak ada perselisihan dalam kelompok, hal ini membuat kerjasama dalam kelompok berdampak positif. Adanya semangat kerja membuat karyawan akan lebih berfikir sebagai “kami daripada “saya”, individu akan saling tolong menolong dan tidak bersaing untuk menjatuhkan (Maier dalam Mejorsy, 2007). Selanjutya yaitu dimensi agreeableness (A) yang memiliki sifat-sifat seperti berhati lembut, mudah percaya, ramah, toleran, dan bersahabat. Jika karyawan memiliki skor agreeableness (A) yang tinggi maka sangat berpengaruh terhadap semangat kerja, karena salah satu faktor semangat kerja yang baik adalah terdapat hubungan yang harmonis dengan atasan ataupun bawahan. Dalam karakteristik semangat kerja menurut Adnyani (2008), terdapat unsur kerjasama, yang berarti harus ada hubungan yang baik antar karyawan.
            Conscientiousness (C) adalah dimensi terakhir dalam teori big five personality. Didalam Conscientiousness (C) terdapat ketelitian, bekerja keras, teratur, ambisius, dan gigih. Bekerja keras, ambisius dan gigih memiliki hubungan dengan aspek semangat kerja yang pertama menurut Maier (dalam Majorsy, 2007) yakni, kegairahan atau antusiasme. Karena kegairahan atau antusiasme adalah cerminan dari kerja keras, ambisius dan gigih. Selanjutnya adalah sifat teratur, dalam karakteristik menurut Adnyani (2008) terdapat unsur disiplin dalam semangat kerja. Disiplin  merupakan suatu keadaan tertib, dan sifat teratur dalam karyawan sangat dibutuhkan dalam unsur disiplin ini.
            Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa variabel semangat kerja memiliki hubungan dengan big five personality.
                                                                                                             
Tabel 3.
Hubungan Big Five Personality dengan Semangat Kerja
No
Dimensi Big Five Personality
Hubungan dengan Semangat Kerja
1
Opennes to experience (O)
Semangat berkelompok
2
Conscientiousness (C)
Kegairahan atau antusiasme


3
Extraversion (E)
Bersemangat
4
Agreeablesness (A)
Terdapat hubungan yang harmonis dengan atasan ataupun bawahan
5
Neuroticism (N)
Kualitas untuk bertahan

E. Hipotesis
            Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu, terdapat perbedaan semangat kerja pada masing-masing dimensi big five personality pada karyawan PT. Sumber pangan jaya.



0 komentar:

Posting Komentar

Blogger templates